Langsung ke konten

Langsung ke daftar isi

Pandangan Alkitab

Suka Pamer—Setimpalkah dengan Harganya?

Suka Pamer—Setimpalkah dengan Harganya?

”Memakai jins atau barang-barang dari desainer terkenal bisa membuat orang yang tidak dianggap merasa ’aku keren, kalau tidak percaya, lihat nih mereknya!’”​—Psikolog Chaytor D. Mason.

AGAR dikagumi, beberapa orang memamer-mamerkan pakaian bermerek miliknya atau barang mewah lainnya. Di sebuah negeri di Asia, misalnya, orang kaya baru (OKB) ”merasa ’di atas angin’ jika tampil di depan publik menggunakan barang-barang mewah, termasuk gonta-ganti mobil mewah”, kata sebuah artikel di Kompas.com.

Tentu, tidak ada salahnya menikmati hasil kerja keras. Alkitab berkata, ”Setiap orang hendaknya makan dan tentu saja minum serta menikmati hal-hal baik untuk semua kerja kerasnya. Itu pun pemberian Allah.” (Pengkhotbah 3:13) Tetapi, apakah bijaksana untuk menunjukkan, atau memamer-mamerkan, harta kita? Apa kata Alkitab?

”Orang Kaya Banyak Sahabatnya”

Sewaktu orang kaya atau yang berlagak kaya memamer-mamerkan harta mereka, sahabat seperti apa yang tertarik pada mereka? Alkitab memberi kita petunjuk soal sifat dasar manusia melalui perkataan bijak ini, ”Orang miskin tidak disenangi bahkan oleh kawan-kawannya; tetapi orang kaya banyak sahabatnya.”​—Amsal 14:20, Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK).

Implikasinya: ”Banyak sahabatnya” itu bersahabat bukan dengan orangnya, melainkan dengan kekayaannya. Mereka ”bersahabat” dan suka menyanjung karena ada maunya. Alkitab menyebut kata-kata sanjungan seperti itu hanya ”berpura-pura demi keinginan akan milik orang lain”, atau ketamakan.​—1 Tesalonika 2:5.

Jadi, pikirkanlah, ’Sahabat seperti apa yang saya inginkan? Sahabat yang mengasihi saya karena harta benda saya atau sahabat sejati yang mengasihi saya apa adanya?’ Alkitab menunjukkan bahwa tingkah laku kita bisa turut menentukan sahabat seperti apa yang tertarik pada kita.

”Hikmat Ada pada Orang-Orang yang Bersahaja”

Masalah lain yang bisa timbul karena suka pamer digambarkan dengan tepat dalam kisah Alkitab mengenai Raja Hizkia, yang tinggal di Yerusalem kuno. Sekali peristiwa, Hizkia memperlihatkan ”segala yang ada dalam perbendaharaannya” kepada para petinggi dari Babilon. Kekayaannya yang luar biasa pasti membuat para tamu itu terkesan. Namun, itu juga menyulut ketamakan mereka. Setelah mereka pergi, Yesaya nabi Allah dengan berani memberi tahu Hizkia bahwa suatu saat semua hartanya akan ”diangkut ke Babilon”. Tidak ada yang akan ditinggalkan. Kata-kata itu tergenap! Bertahun-tahun kemudian, orang Babilon kembali dan membawa semua harta keluarga Hizkia.​—2 Raja 20:12-17; 24:12, 13.

Begitu juga dewasa ini, orang yang suka pamer kekayaan berisiko kehilangan semua, atau paling tidak sebagian, hartanya. Sebuah laporan tentang kejahatan dan keamanan di Meksiko menyatakan, ”Tukang pamer kekayaan menjadi magnet bagi para pencuri di Mexico City. Memakai perhiasan dan jam tangan mahal, serta menunjuk-nunjukkan banyaknya uang yang dimiliki bisa menarik perhatian yang tidak diinginkan.” Betapa jauh lebih baik mengindahkan nasihat Alkitab untuk tidak ”membual” tentang kekayaan. (Yeremia 9:23) ”Hikmat ada pada orang-orang yang bersahaja,” kata Amsal 11:2.

Melihat Sifat Baik Orang Lain

Alih-alih membanggakan diri, orang yang bersahaja dan rendah hati senang akan sifat baik dan kelebihan orang lain. Filipi 2:3 menyatakan, ”Janganlah melakukan sesuatu karena didorong kepentingan diri sendiri, atau untuk menyombongkan diri. Sebaliknya hendaklah kalian masing-masing dengan rendah hati menganggap orang lain lebih baik dari diri sendiri.” (BIMK) Di Galatia 5:26, kita membaca, ”Jangan menganggap diri penting, dengan membangkitkan persaingan seorang dengan yang lain, saling mendengki.”

Apakah Anda menginginkan sahabat yang mengasihi Anda karena harta benda Anda atau sahabat yang mengasihi Anda apa adanya?

Demikian pula, orang yang memiliki hikmat ilahi tahu bahwa sikap tidak mementingkan diri dan respek satu sama lain adalah dasar persahabatan sejati, dan walau harta hilang persahabatan seperti itu takkan hilang. Malah, persahabatan itu makin lama makin kuat. ”Teman sejati penuh kasih setiap waktu,” kata Amsal 17:17. Yang terutama, orang yang bijaksana berupaya menyenangkan Allah. Ia tahu bahwa Allah tidak terkesan oleh penampilan luar tetapi melihat ”manusia batiniah yang tersembunyi”​—diri kita yang sebenarnya. (1 Petrus 3:4) Maka, ia berupaya keras memupuk sifat-sifat menarik yang Alkitab sebut sebagai ”kepribadian baru”. (Efesus 4:24) Beberapa di antaranya disebutkan di Mikha 6:8, ”Apa yang Yehuwa minta sebagai balasan darimu selain menjalankan keadilan dan mengasihi kebaikan hati dan bersahaja dalam berjalan dengan Allahmu?”

Memang, di dunia sekarang ini kesahajaan sangat tidak dihargai, dan itu tidak mengherankan bagi orang-orang yang mempelajari Alkitab. Mengapa? Sewaktu membahas tentang ”akhir zaman”, Alkitab menubuatkan bahwa manusia, pada umumnya, akan bersikap ”tamak . . . , membesarkan dirinya, congkak, . . .  sombong”. (2 Timotius 3:1-5, Terjemahan Lama) Di antara orang-orang seperti itu, orang yang suka pamer pasti akan merasa betah. Tetapi, Allah menganjurkan kita untuk menjauhi orang-orang seperti itu agar kita tidak menjadi seperti mereka.